Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi [IPTEK] mendorong akselarasi pengaruh globalisasi dan sekularisme. Globalisasi, paket berisi unsur buda ya, ekonomi dan komunikasi barat. Unsur itu bagian dari jati diri liberal. Kehadiran teknologi telekomuni kasi, transportasi dan meluasnya media komunika si global dengan menyebarluaskan pesan-pesan globalnya. Globalissi bukan lagi sebuah fenomena, kita justru larut dan ‘berenang’ dalam lautan samud ra global Realitas ini harus dikelola agar mendatang kan hasil. Dalam komunikasi global hubungan antar negara bukan mutual simbiosis, justru saling memu suhi atau mengkadali. Negara maju menghegemoni negara miskin dan sedang berkembang. Persoalan agama satu diantaranya sering men jadi korban. Pasca tragedy 911 [11 September 2001] ketika gedung kembar World Trade Center [WTC] dan pentagon AS runtuh akibat aksi teroris. Wiba wa negara adidaya pun runtuh. Rentetan tragedy lainnya menyebabkan agama menjadi tertuduh. Ne gara-negara Islam dengan atributnya agama [Islam] seperti masjid, pesantren sampai karikatur Nabi Muhammad bin Abdullah SAW. dimuat Majalah Denmark Jyllands Posten. Penggambaran Nabi Mu hammad sebagai orang yang brewokan dengan sorban yang ditempeli bom, tentu “jauh panggang dari api”, penggambaran seekor babi, satu kaki de pannya menginjak Qur’an dan yang satu lagi meme gang pen menulis lafal al-Qur’an. Bukan karikatur, tetapi penghinaan dan menghujat Nabi yang amat dihormati umat Islam dan kitab suci Al-Qur’an. Penghinaan serupa ketika Salman “setan” Ru sdie [menul;is buku yang diinspirasi iblis melalui jiwa Rusdie] dengan ayat-ayat setannya. Reaksi umat Islam menggema di seantero dunia, reaksi itu terulang ketika karikatur Nabi yang masih ber langsung sekarang. Kasus tersebut menggandeng kebebasan berekspresi dan berpendapat. Inilah kedustaan dan kebohongan besar terhadap umat Islam. Reaksi, caci maki dan hujatan umat Islam seluruh dunia negara Barat [islamphobia] tidak mem buat mereka bergeming meminta maaf secara formal. Karikatur Nabi ini sebagai bentuk penilaian miring terhadap islam. Samuel P. Hantington dengan clash of civi zation - benturan peradaban telah memprediksi adanya potensi hubungan yang inharmonisasi an tara Barat dan Islam. Barat mencitrakan Islam agak miring terjadilah saling curiga mencurigai. Niat bu ruk Barat yang melancarkan serangan negatif ter hadap Islam [negara Islam] yang dibuat begitu rupa. Umat Islam dituduh teroris, radikal, ekstrimis dan fungdamentalis dan lainnya. Kehidupan modern sejumlah capaian terha dap kemajuan dan pembangunan secara ekono mis, tidak diikuti pemahaman keagamaan yang baik. Henrik Kraemer menyatakan bahwa semua aga ma, entah disadari atau tidak oleh para penganut nya, sudah memasuki suatu priode krisis yang te rus berlangsung dan mendasar. Upaya memba ngun pemahaman agama yang integral dan kompre hensif dengan mendorong implementasi agama lebih baik tampaknya belum terwujud. Pengaruh kemajuan teknologi telekomunikasi dengan atribut-atribut yang dibawanya, melahirkan pemikiran plural dan sekuler terkadang berakibat pada pemaha man liberal Barat. Menciutkan pemahaman agama itu tidak hanya terjadi pada individu tetapi juga masyarakat. Walau kelompok tertentu mengamal kan nilai ajaran agama secara konsisten, justru menjadi tertuduh dengan tuduhan negatif. Globalisasi dan Sekularisme Menghadapi era globalisasi ini secara normative, H. Amir Syarifuddin [2005:10] melihat sisi le mah agama di era globalisasi. [I] kurangnya keta hanan agama disebabkan oleh lemahnya keima nan dan ketaqwaan, sehingga mudah ragu dan terombang ambing oleh munculnya ajaran agama baru yang dibawa oleh umat mendatang; [2] ren dahnya pengetahuan umat akan ajaran agamanya sehingga tidak menyadari ketinggian nilai ajaran agama yang seat dan menyesatkan. [3] rendahnya ketahanan budaya yang menyebabkan mudahnya menerima budaya yang datang dari luar. Tidak menyadari ketinggian nilai budaya sendiri, yang menyebabkan gampang menggantinya dengan yang baru meskipun tidak sesuai dengan adat istiada yang luhur; [4] kurangnya kepercayaan terhadap diri sendiri dan adanya rasa rendah diri [minder], serta selalu merasa baik apa yang da tang dari barat, sehingga menyebabkan hilangnya daya seleksi pada waktu menerima suatu yang datang dari barat. Selain globalisasi muncul juga pemikiran se kuler memisahkan antara agama dan ilmu, “hidup tampa Allah” atau “kosmos tanpa Allah”. Oleh kare na itu, sekularisme tidak lain merupakan cara hidup, bekerja atau berpikir dalam masa prihal Allah tidak disentuh-sentuh.Huxley menyatakan “don’t bother about God --- jangan hiraukan Allahy dan jangan sebut-sebut lagi Tuhan dalam diskusi”. Di Indonesia, termasuk salah negara terserang “virus” sekularisme. Bicara sekularisme di Indonesia tentu teringat pada gagasan alm. Nurcholis Madjid memodifikasi pemikiran Harvey Cox dan Robert N. Bellah mengelaborsi gagasan dari kon sepsi dan sejarah Kristen. Pandan Cox dan Bellah yang mencari justifikasi dalam ajaran Islam. Cak Nur tidak mempermasalahkan kata sekuler, tidak ada masalah untuk islam, karena manusia mahluk sekuler. Menurutnya permulaan pemakaiannya, istilah sekuler memang lebih banyak menunjukkan pengertian tentang dunia, yang secara tersirat tergambar sifat-sifatnya yang rendah dan hina. Lama kelamaan pengertian yang tidak adil itu, da lam dunia pemikiran barat, menjadi berkurang dan menghilang. Pengertian bahwa dunia ini adalah alam yang rendah dan hina merupakan tanggung jawab filsafah-filsafah hidup yang berlaku umum di dunia barat waktu itu [Ardin Armas, 2004;45] Cak Nur berargumentasi dalam Islam ada konsep “Hari Dunia” dan “Hari Agam”. Hari agama ialah masa dimana hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia tidak berlaku lagi, yang berlaku ialah hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sebaliknay yang kita jalani sekarang ini [kehidupan dunia] belum berlaku hukum-hukum akherat. Istilah sekularisme pertama kali digunakan sebagai istilah system etika dan filsafah yang me ngiter-prestasi tata kehidupan manusia dengan menanggalkan kepercayaan kepada Tuhan. Bible dan hari kemudian. Sekularisme merupakan suatu filsafat yang anti agama. Paham ini bertumpu pada tataran profan dan mengesampingkan nilai-nilai spiritualitas, Ideologi ini dimaksudkan untuk mem berikan jawaban kongrit atas segala masalah yang berkaitan dengan eksistensi manusia. Pengaruh agama atau moral yang menjadi sumber hukum tidak diakui menurut pandagan ini bahwa kehidupan dunia atau duniawi ini mutlak dan berakhir. Tidak ada lagi kehidupan selanjut nya. Sekularisme suatu faham yang tertutup, su atu system ideologi tersendiri yang lepas dari aga ma. Intinya sekularisme adalah penolakan adanya kehidupan lain di luar kehidupan duniawi. Teolog Kresten seperti Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas membayangkan datangnya se kularisme. Al-Attas melaluiWorld viw Islam adlaah visi tentang realitas dan kebenaran, the vision of reality and truth, yang terbaca oleh mata hati kita dan yang menerapkan tentang hakekat wujud yang sesungguhnya, sebab totalitas dunia wujud [wordl of existence] yang diproyeksikan Islam. Hakkat pandangan kebenaran tentang alam semesta. Sekularisme ini membawa manusia ke arah berpikir moderat meisahkan masalah individu dengan negara, khususnya bersentuhan dengan emodi keagamaan. Mereka menganggap agama dan moralitas itu hanya ada pada lingkungan ke luarga dan individu, negara tidak berhak men campuri urusan pribadi. Agama dianggap sebagai masalah individu yang tidak ada hubungan dengan negara, tetapi meskipun demikian negara masih berkewajiban untuk memelihara gereja, khususnya bidan gupeti atau pajak. Dalam pengertian ini, pemi sahan antara negara dan gereja, tidak dirampas agama Masehi sebagai agama sekaligus nilai-nilai yang dimilikinya, meskipun ada sebagian ajarannya yang diingkari dan menuntut penundukkan ajaran-ajaran Massehi keapda akal, prinsip-prinsip alam dan per-kembangannya. Pengajut ajaran “Deisme” yang mengakui adanya Tuhan sebagai asal muasal alam, akan tetapi mengingkari adanya mukjizat, wahyu dan menggolongkan Tuhan ke dalam “alam”, Tuhan menyerahkan alam kepada nasibnya sendiri. Para ilmuwan seperti John Locke, G.W. Liebniz, David Hume dan lainnya memiliki pemikiran lain tentang agama. Locke berpendapat negara yang modern telah menghapuskan semua wasiat Ge reja karena memandang kepercayaan agama sebagai hasil pemikiran perorangan dan persauda raan dalam agama sebagai hubungan bebas yang harus dipikul dan dipertahankan selama tidak mengancam kebinasaan dan kehancuran undang-undang negara. Leibniz berpendapat mirip dengan Locke, agama menjadi masalah perorangan yang hanya berurusan dengan individu saja tanpa ada suatu hubungan dengan negara. Bahkan dialah yang menganjurkan sebagai ajaran agama Masehi yang tidak sesuai dengan akal. Hume mengingkari adanya roh yang kekal, te tapi tetap menganggap agama sebagai keperca yaan, agama menurut pandangannya bukanlah su atu ilmu tetapi hanya institusi belaka. Anggapan bahwa agama itu suatu perkembangan, bukan tu juan terakhir, dengan demikian kebenarannya dalah kebenaran yang dapat berubah dosa turun temu run. Pandangan sekuler dan loberal terhadap aga ma ini telah terjadi dan berpengaruh besar bagi ke hidupan umat manusia. Disisi lain justru muncul usaha baru untuk meredefini dan menginterpreta sikan relevansi agama dalam kehidupan manusia di Era Globaliasi ini. Akibat agama seringkali juga melahirkan ilmuwan yang menganggap agama se bagai salah satu media untuk membangun gairah kehidupan beragama yang lebih baik. Agama me motivasi pengikutnya untuk membangun masa de pan yang bermartabat dan beradab.
|
0 komentar:
Posting Komentar